Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) kembali selenggarakan pelatihan peningkatan kapasitas pengelola Desa Wisata dalam hal pengembangan destinasi wisata ramah lingkungan. Kegiatan pelatihan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Disparbud Matim, Albertus Rangkak, SE bertempat di Balai Desa Compang Ndejing, Kecamatan Borong, pada Rabu (27/07/2022).

Kegiatan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari, yakni tanggal 27 Juli hingga 29 Juli 2022 dan diikuti oleh 60 orang peserta yang berasal dari Pokdarwis, tenaga pendidik dan perangkat desa pada Desa wisata dan Lembaga pendidikan vokasi pariwisata di Kabupaten Manggarai Timur.

Albertus Rangkak, SE menjelaskan kegiatan pelatihan ini dilaksanakan setiap tahun dalam rangka meningkatkan kapasitas pengelola desa wisata dalam mengembangkan serta mengelola desa wisata, secara khusus dalam menerapkan pola wisata ramah lingkungan. Albertus mengatakan dengan dikembangkannya sektor pariwisata diharapkan tidak hanya memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat namun juga bagi keberlangsungan lingkungan alam.

Sampah menjadi masalah yang serius dalam pengelolaan sebuah destinasi. Hal ini sangat berdampak pada kelangsungan sebuah desa wisata. Jadi, dengan adanya pelatihan ini, peserta diharapkan menjadi pelopor, melalui ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari para narasumber untuk mampu menerapkan pola pengembangan destinasi yang ramah lingkungan, maka dampaknya tidak hanya pada peningkatan ekonomi masyarakat, tetapi juga lingkungan alam yang pada dasarnya adalah daya tarik utama destinasi tersebut.” Ungkap Albertus.

DISPAR W

Pemerhati Lingkungan Hidup, Dionisius Rahno, SKM, M.Ling, yang dalam kesempatan ini menjadi narasumber menyampaikan salah satu isu penting dalam pengembangan pariwisata alam adalah daya dukung lingkungan kawasan (Carrying Capacity). Dionisius menjelaskan sumber daya alam yang menjadi salah satu atraksi wisata utama sebuah destinasi memiliki batas kemampuan dalam mendukung kebutuhan manusia, termasuk jumlah manusia yang perlu diperhatikan ketika memasuki sebuah kawasan. Jumlah yang berlebih akan berpengaruh kepada flora, fauna dan keaslian lingkungan yang ada di dalam kawasan tersebut, baik dari perkembangan populasi, sifat dan karakteristik kawasan tersebut.

Daya dukung ini harus diperhatikan juga. Hal ini bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem yang berada di dalamnya. Kebanyakan atraksi wisata di tempat kita itu alam, apalagi jika sudah masuk ke dalam zona konservasi, maka pengembangannya harus memperhatikan, jumlah orangnya, kemudian apa-apa saja yang bisa dan tidak bisa dibangun di dalam kawasan.” Ujar Dionisius.

Selanjutnya, Pengelola Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo, Labuan Bajo Margaretha Subekti, yang turut menjadi narasumber dalam kegiatan ini menjelaskan pengelolaan sampah melalui metode 3R (Reuse, Reduce, Recycle) menjadi salah satu pilihan utama dalam mendukung pengembangan pariwisata ramah lingkungan. Margaretha menjelaskan saat ini banyak sekali kemasan yang dilabeli dengan lambang 3R, yang artinya barang tersebut dapat kembali di daur ulang, dengan demikian dengan sentuhan kreatifitas, kemasan-kemasan yang menjadi sampah tersebut dapat didaur ulang dan dijadikan barang yang bernilai.

Kita semua tentu paham, jumlah manusia yang banyak akan berpengaruh pada produksi sampah yang meningkat, apalagi berbicara tentang kegiatan wisata. Sesuai pengalaman kami, dalam mengolah kembali sampah ini. tentu menjadi peluang ekonomi kreatif juga. Kita bisa kreasikan sesuai dengan yang kita pikirkan dan kemudian digunakan atau dijual kembali. Jadi, selain meminimalisir jumlah sampah berbahan plastik, ekonomi juga bisa meningkat.” Ungkap Margaretha sambil menunjukan barang-barang hasil pengolahan dari sampah berbahan plastik.

Adapun kegiatan pelatihan dilaksanakan dengan dua metode yakni pembekalan materi selama dua hari oleh narasumber kemudian dilanjutkan dengan praktek lapangan pada hari ketiga. (KOMINFO KMT)