Rabu, 21/10/2015

Kemarau panjang yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur berpengaruh pada menurunnya produksi tanaman perdagangan. Kondisi ini juga dialami petani Kakao di Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur.

Beberapa warga yang ditemui (21/10/15) mengakui adanya penurunan jumlah hasil panen tahun ini sebagai akibat kekeringan panjang serta usia tanaman itu sendiri. “Memang  tahun ini hasil kakao turun karena panas dan tidak ada hujan. Tahun lalu masih baik tetapi tahun ini, begitu kakao mulai bunga, buah, hujan tidak ada banyak yang gugur buahnya. Tahun lalu buahnya kurang tetapi hujan stabil sehingga hasilnya lumayan, tetapi tahun ini buahnya banyak tetapi kemarau terlalu lama,” demikian ungkap Blasius Mara, salah seorang petani Kakao. Menurutnya, selain karena kemarau berkepanjangan, kakao juga diserang hama buah yang menyebabkan isinya keras. Hal ini meyebabkan kualitasnya rendah sehingga harganya jatuh dan tidak stabil. Dalam beberapa bulan terakhir ini harganya berkisar antara Rp 25.000 hingga 35.000 rupiah.

Ketua kelompok tani Sinar Pagi Tanah Rata ini menambahkan bahwa sebenarnya sudah ada upaya dinas terkait untuk meningkatkan hasil dan kualitas kakao, tetapi mengalami kesulitan untuk merubah pola pikir warga dalam merawat kakao. “Sudah ada program pemerintah untuk pangkas dan sambung pucuk tetapi sebagian besar petani kami merasa rugi kalau potong mereka punya tanaman. Padahal kebanyakan kakao di tanah rata ini usianya sudah lebih dari 20 tahun sehingga harus peremajaan,” ujarnya.

Kondisi ini dibenarkan Sekretaris Kelurahan Tanah Rata, Marson. “Berkurangnya hasil kakao di Kisol bukan karena hama, tetapi karena musim kemarau yang terlalu panjang tahun ini. Selain itu, usianya sudah terlalu tua.”  Ditambahkannya, hasil kakao mengalami penurunan drastis hingga 60% jika dibandingkan dengan tahun 2104. Sebelumnya untuk 1 hektare bisa menghasilkan 800 kilogram, tetapi kini mengalami penurunan hanya 200 kilogram tetapi ada juga yang lebih karena mereka melakukan perawatan yang intensif. Kakao hadir di Tanah Rata sejak tahun 1987 dan saat itu beliau adalah Petugas penyuluh Lapangan (PPL) yang ikut membantu warga dalam mengembangkan tanaman perdagangan ini. PPL Senior ini menambahkan bahwa situasi ini sebenarnya bisa sedikit  diatasi jika warga punya kemauan untuk merubah pola perawatan kakao dengan melakukan peremajaan dengan pola penyambungan. “Dengan pola sambung kita mencari klon yang produktif dan tahan penyakit, kita menghilangkan tunas air yang merebut banyak makanan untuk produksi, sehingga produksi turun. Tunas air ini harus dipangkas. ambil klon unggul yang tidak banyak tunas air, hanya cabang cabang kecil saja, lakukan penyambungan sehingga mendapat kakao unggul,” lanjut pria yang bertugas sebagai PPL di Manggarai sejak tahun 1981 ini.

 

“Kami melakukan upaya untuk mempertahankan hasilnya melalui pola penyambungan vegetatif karena usia kakao, diatas 20 tahun, mesti ada peremajaan, tetapi banyak warga yang keberatan karena kasian dengan pohon kakao mereka. Kami tetap melakukan penyambungan di kebun warga yang mau mengikuti pola ini contohnya di kebun Kanis Teo dan terbukti hasilnya stabil,” ungkapnya. Ditambahkannya, dengan pola ini tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga menghemat tenaga saat panen. “Contoh di kebun Kanis Teo, setelah kita sambung tingginya hanya 1,5 meter, sebelumnya butuh 15 orang kerja sampe 1 minggu. Pohonnya tinggi tinggi, mencapai lebih dari 3 meter. Setelah penyambungan hanya 10 orang dikerjakan selama 3 hari. Produksinya bagus, bersih, dan tidak keras,” tuturnya. Beliau berharap agar dengan melihat hasil positif dari pola penyambungan, lebih banyak petani yang mengikuti cara perawatan ini karena akan sangat menguntungkan petani. (kmf)