Borong, manggaraitimurkab.go.id - Seni pertunjukan caci merupakan salah satu warisan leluhur dan masih dilestarikan oleh orang Manggarai yang tersebar di Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Kabupaten Manggarai Barat di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Biasanya seni yang satu ini dipertunjukkan setelah selesai panen, saat pengresmian rumah adat dan acara lainnya yang bertemakan syukur kepada Sang Pencipta, alam dan para leluhur.
Sebutan caci ini sendiri menurut beberapa sumber berasal dari Bahasa Manggarai yaitu kata “ca” berarti “satu” dan kata “ci” yang berarti “satu”. Artinya penyerang hanya boleh memukul satu kali, lalu cambuk diserahkan kepada lawan dan selanjutnya penyerang menerima prisai untuk bertukar posisi dan bersiap untuk serangan lawannya. Setelah itu mereka akan kembali bertukar posisi atau bisa juga diserahkan kepada pemain caci yang lainnya.
Mereka menggunakan penutup kepala (pangkal) dan pelindung wajah sementara tubuh bagian bawah memakai celana panjang berwarna putih dan sarung songket berwarna hitam khas masyarakat Manggarai. Ditambahkan aksesoris lain berupa giring-giring yang akan berbunyi nyaring mengikuti gerakan pemain caci. Cambuk yang dikenal dengan sebutan larik sebagai senjata untuk menyerang serta prisai (nggiling) untuk menangkis serangan lawan.
Biasanya pertunjukan ini diiringi oleh alunan music tradisional seperti gong dan gendang serta nyanyian yang membangkitkan semangat pemain caci untuk mengalahkan lawannya. Layaknya sebuah pertandingan, para pendukung setiap kelompok memberikan dukungan dan semangat untuk menampilkan kemampuan terbaiknya.
Ketika memasuki arena para pemain caci terlebih dahulu melakukan pemanasan dengan berlari kecil, seolah menantang lawannya untuk mengeluarkan kemampuan terbaik. Dalam atraksi ini terdapat aturan dalam menyerang yaitu pukulan cambuk dilakukan dari depan ke semua bagian tubuh atas. Tidak boleh menyerang bagian bawah tubuh lawan.
Atraksi caci merupakan ajang bagi laki-laki Manggarai untuk menunjukkan kejantanannya dari sisi keberanian dan ketangkasan. Meski mengandung unsur kekerasan, tetapi seni atraksi ini mengandung unsur damai karena sangat menjunjung tinggi nilai sportivitas, saling menghormati dan berakhir tanpa dendam. Ini menunjukkan para pemain caci memiliki jiwa ksatria dan kepahlawanan dalam dirinya.
Pemain caci dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menyerang dan tangkas dalam menangkis serangan lawan. Jika tidak memiliki ketangkasan dalam menahan serangan, maka bila terkena serangan lawan pasti akan meninggalkan luka ditubuhnya, bahkan hingga berdarah. Bila serangan cambuk lawan mengenai bagian wajah maka pemain caci tersebut dinyatakan kalah.
Salah satu kemampuan yang sering dipertontonkan dalam atraksi caci adalah seni mengolah suara dalam menyanyikan syair-syair bahasa manggarai yang syarat makna (Lomes). Syair biasanya dilantunkan setelah ksatria caci menghadapi serangan lawan. Isi syair tentang pesan-pesan moral yang menjadi pegangan orang manggarai dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menjalin relasi dengan Tuhan, alam dan sesama manusia.
Bagi para pemuda, menyanyikan syair ini merupakan kesempatan untuk menarik perhatian dan meluluhkan hati gadis pujaan hatinya. Keindahan suara da nisi pesan dalam syair menjadi kekuatan untuk meluluhkan hati gadis-gadis yang menyaksikan caci dan gadis-gadis yang memainkan gong dan gendang untuk memeriahkan seni atraksi ini. Caci juga sering menjadi ajang mencari jodoh bagi mereka yang belum menikah untuk mendapatkan tambatan hatinya.
Setelah atraksi berakhir semua peserta atraksi akan bersalaman dan berangkulan untuk menyatakan bahwa tidak ada lagi dendam diantara mereka. Pada atraksi caci berikutnya tim tuan rumah akan membalas kunjungan tim tamu sementara tim tamu akan berperan sebagai tuan rumah. Ada sistem home and away seperti dalam pertandingan sepak bola. (Kmfkmt)