Bagi sebagian orang mimpi hanyalah bunga tidur, apalagi bila mimpi itu terasa sulit untuk diraih. Tetapi bagi sebagianya lagi, mimpi adalah inspirasi yang membangkitkan semangat kerja keras. Ada juga orang yang tidak berani bermimpi karena keterbatasannya. Lalu bagaimana bila tiba-tiba asa untuk mewujudkan mimpi yang tidak pernah berani diimpikan datang menghampiri?
Butuh waktu 70 tahun setelah kemerdekaan, warga Desa Compang Tenda, baru dapat menikmati cahaya listrik. Sebuah kemajuan yang tidak pernah mereka bayangkan. Tahun 2013 warga desa yang terletak di Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur ini mencoba bermimpi bisa menikmati listrik. Peluang ini didapat setelah Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah meluncurkan program pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hydro di daerah terpencil yang pengelolaannya diserahkan kepada koperasi. Melalui Koperasi Konsumen Manggarai Timur Sejahtera mereka mengajukan proposal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah merespon positif, tetapi persoalan topografi menjadi masalah klasik yang sulit diatasi.
Desa berpenduduk lebih dari 700 jiwa ini terletak di pegunungan yang dikelilingi lereng yang sangat curam. Jalan masuk yang sempit, berbatu dan meliuk diantara lereng-lereng yang curam menjadi tantangan tersendiri. Setelah tiba di perkampungan, tantangan selanjutnya masih menanti. Satu-satunya akses menuju sungai yang oleh warga disebut Wae Nampe ini adalah jalan setapak, menuruni lereng gunung yang terjal dan licin.
Tim teknis yang melakukan survey kelayakan lokasi pembangunan pembangkit listrik mikro hydro hanya bisa menggelengkan kepalanya. Reaksi ini seperti membangunkan warga agar meninggalkan mimpinya. “berat ini, sambil geleng-geleng kepala, begitu kata tim teknis saat meninjau lokasi” ungkap Thomas Jama, Kepala Desa Compang Tenda. “kalau mau proyek ini sukses, semua warga desa harus gotong royong bantu kotraktor, terus waktu itu saya bilang, yang penting debit air bisa membangkitkan listrik, jalan masuk itu urusan kami” demikian lanjutnya.
Warga yang tersebar di dusun Mbelur, Kempo dan dusun Rambu mulai merajut mimpinya pada tahun 2014 saat proposal disetujui. Kementrian Koperasi dan UKM RI mengalokasikan anggaran 1,5 miliar serta tambahan dana sharing dalam APBD Kabupaten Manggarai Timur melalui Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan senilai 491.002.064 rupiah.
Aksi pun dimulai warga. Menggali jalan masuk kendaraan yang akan membawa material proyek sejauh lebih dari 1500 meter. Pekerjaan dilakukan secara gotong royong selama lima hari. Pria, wanita, tua dan muda bahu-membahu, demi menggapai listrik. Mereka juga sepakat untuk menyerahkan tanahnya, menebang beberapa pohon tanaman perdagangan seperti kopi dan cengkeh di sepanjang jalan, demi satu mimpi bersama.
Tantangan selanjutnya adalah menurunkan mesin turbin lelalui lereng gunung yang tidak bisa dilalui kendaraan, jika harus digotong juga tidak mungkin dilakukan. Satu-satunya dengan menggunakan sistem katrol secara manual. Warga kembali menunjukkan semangat gotong royongnya, menahan beban yang diturunkan secara perlahan hingga mencapai rumah turbin. Kesabaran, kerja keras dan semangat gotong royong membuahkan hasil nyata dalam kehidupan warga desa Compang Tenda.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro Wae Nampe memulai masa uji coba pada tanggal 15 Juni 2015. Dengan daya 50.000 kilowatt pembangkit listrik ini memberi banyak warna bagi kehidupan warga. Thomas Jama yang menjabat sebagai kepala desa sejak tahun 2011 mengatakan bahwa kini mereka bisa menikmati listrik sepanjang malam, melanjutkan pekerjaan berdampak ekonomis lainnya, mengolah hasil perkebunan seperti kopi, cengkeh dan kemiri tanpa khawatir dengan suasana gelap seperti dulu lagi.
Nikodemus Nanggut, tokoh masyarakat desa Compang tenda menggambarkan perbedaan sebelum ada listrik dengan kondisi sekarang. Bagi pria 73 tahun ini, hadirnya listrik ini seperti sebuah mimpi, dahulu gelap dan sekarang sudah terang, dipersulit lagi dengan kondisi topografi yang berat. “Ole kraeng, haed nipi kaut ami go’o se’e, danong nendep, go’o ga gerak kaut ta ite, toe keta manga bayang lami ro’eng te ne nggo’o ye gerak, ai leng ne tengku hitu sili mai” ungkapnya dalam bahasa daerah manggarai. Dengan membayar iuran Rp. 40.000 setiap bulan mereka mendapatkan manfaat ganda. Selain mendapat penerangan listrik yang murah, warga menjadi anggota koperasi yang diharapkan membantu mereka di sektor keuangan.
Tantangan, hambatan dan keterbatasan yang menghadang tidak menyurutkan harapan 95 kepala keluarga di desa ini. Dengan semangat kerjasama dan gotong royong, mimpi itu telah menjadi nyata. (kmf)